Wednesday 24 August 2011

Persiapan.....

Sudah beberapa hari ini kampus sudah terlihat lengang karena ditinggal oleh penghuni setia yang menempati sekretariat yang letaknya tepat di belakang gedung Fakultas Sastra. Hanya terlihat beberapa gelintir orang saja yang lalu lalang.

Pagi ini jadwalnya adalah berburu blewah di pasar Tanjung tetapi karena gangguan mata alias ngantuk, tak hayal panas-panas di siang bolong baru berangkat menuju sumber blewah. Hmm.. aroma segar buah khas bulan Ramadhan ini terasa menggelitik perut.
Mulailah perburuan dengan mencari lapak-lapak dengan harga yang paling murah.

Setelah menemukan sasaran, tawar-menawar harga pun terjadi dengan lancarnya. 10kg blewah sudah di tangan.

Buah Blewah yang segar ini rencananya dibuat takjil di acara BakSos nanti sore di daerah Patrang. Beberapa persiapan dilakukan di sekretariat Swapenka, dan tentu saja suasana berubah menjadi lebih ramai daripada biasanya..

Waahhh sudah jam 3 ternyata... sudah dulu yaa, saya mau meluncur menuju TKP BakSos. hehehe

Monday 22 August 2011

Lomba Patrol Malem Minggu

Patrol, entah bagaimana asal-usulnya alat musik yang terdiri dari beberapa jenis kentongan dan seruling ini. Tetapi selama saya tinggal di Jember katanya musik patrol adalah ikon daerah ini. Sama seperti di tempat tinggal saya, Banyuwangi, musik patrol hanya terdengar saat bulan Ramadhan saja terutama saat sahur, padahal kan sayang jika musik tradisional nan unik ini terbatas dalam hal jam terbang (hanya saat bulan ramadhan).

Malam Minggu kemarin saya berkesempatan untuk melihat Lomba music patrol secara live..hehe. Meriah?? itu sudah pasti, apalagi diselingi oleh pesta kembang api. Tetapi sebagai sebuah ikon kota Jember yang lumayan luas ini sangat disayangkan karena jumlah pesertanya hanya sedikit, cuma 17 team. Apa karena musik patrol sudah sedikit peminatnya? atau pemerintah daerah yang kurang memikirkan nasib Patrol?

Dengan sederhananya beberapa peserta menghias kendaraan patrol mereka, ada pula yang hiasannya terlihat begitu mewah. Tetapi perbedaan cover tidak mempengaruhi kualitas musik mereka. Patrol tetap merdu dan nuansa semangat 45 jelas terasa lewat ketukan-ketukan yang berirama.

Tetapi ada beberapa hal yang mengganjal dimata saya, yaitu pembawa banner nama team masing2 peserta adalah anak-anak kecil yang masih berumur belasan tahun. Padahal anak sekecil itu biasanya sudah tidur nyenyak di kasur bersama orang tuanya di rumah saat lewat tengah malam. Mereka terlihat lelah sambil memegangi Banner tersebut, sejak pukul 8 malam mereka sudah siap di garis Start sampai pukul 3 pagi tiba di garis Finish. Apa mereka ini dibayar?? atau bagaimana?? Entahlah......

Semoga tahun depan saya masih bisa menikmati dendangan patrol dan Patrol tetap lestari.

Sunday 14 August 2011

Nambah Dua

Hemmm.... udah lumayan lama nihh gak nulis lagi... Pulang kampung pengennya bisa nyantai dan nulis di rumah, ehhh... ternyata malah banyak kesibukan. Mulai dari sibuk nonton TV sampai sibuk tidur..

Tapi bertepatan pas aku di rumah, ada kabar yg cukup menggembirakan. Kakak dari kakak perempuanku yg lain melahirkan seorang putra yg begitu imuuut dan menggemaskan, horeee..... dapet ponakan baru..hehe.

Gak usah nunggu lama, langsung aja mandi truz ganti baju dan langsung meluncur ke sebuah desa di pedalaman desaku (maksudnya desa sebelah desaku) tapi lebih pelosok dari desaku yg lumayan pelosok. waduh gimana ya neranginnya jadi bingung sendiri...hehe
Tepatnya Desa Cemetuk. Aku yakin gak ada yang tau tempat ini kalau belum pernah kesana.

Adek bayi-nya lucuuu, langsung pengen gendong rasanya tapi si adek sedang tidur.

Tak lama kemudian ada sebuah SMS dari kakakku yang lainnya,
"Le dolanno nang omah Jajag, isuk mau mbak e ngelahirno"

haduuhhh, sehari nambah ponakkan 2 baru.. (-_-).. ckckckkkk (tapi seneng) hehehehe..

Tuesday 9 August 2011

Benci Menunggu dan Terus Menunggu

Kejadian ini sebenarnya sudah lama berlalu, kira-kira sudah ribuan bahkan puluhan ribu detik yang lalu.

Seperti biasa, sebagai mahasiswa yang memiliki tanggung jawab untuk belajar, aku terpaksa dengan senang hati mengikuti ujian susulan yang dikarenakan telat saat ujian yg sebenarnya berlangsung, beberapa hari yang lalu. Alasannya lumayan kurang masuk akal sihh..hehe (tapi beneran). Hari ini, tepatnya pukul 09.00 WIB adalah jadwal yang disepakati untuk ujianku yang tertunda.

****

beberapa hari yg lalu (tepatnya saat ujian yg asli berlangsung):
Aku duduk termenung di sebuah kursi panjang, yang terbuat dari anyaman rotan, di depan ruang jurusan dan menunggu kedatangan Sang Dosen yang sedang menguji di dalam kelas nan jauh di sana. Aku tidak masuk kelas karena bangunnya kesiangan, dan ingin meminta sumbangan ujian susulan untukku.

Sebenarnya menunggu adalah hal yang sangat dan paling aku benci apalagi seorang diri. Tingak-tinguk dewean. Akhirnya Beliau datang juga dan berakhirlah penantianku...hehe. Percakapan singkat pun terjadi.

"Met siang, Bu" sapaku langsung saat berpapasan dengan target tungguanku.
"Siang, oia ada apa? tadi gak ikut ujian ya?"
"Iya Bu, saya ada masalah dengan bangun pagi. jadi saya telat bangunnya dan akhirnya tidak ikut. Apa saya boleh mengikuti ujian susulan?"
"Ya sudah Senin temui saya jam 9 di ruangan saya."
"Makasih, Bu."

Bu Dosen langsung melangkahkan kaki dengan tergopoh-gopoh langsung menghilang dikejauhan, entah hal apa yang membuatnya seperti itu.

****


Senin, waktu yang telah dijanjikan sebelumnya:
Pukul 9 kurang 10 menit aku sudah duduk di kursi rotan nan panjang itu lagi. Dengan penuh semangat aku mulai melakukan hal yang paling membosankan, MENUNGGU, lagi. Tapi tak apalah demi nilai, batinku. Ku buka kembali buku catatan di tanganku untuk mengingat kembali materi2.

Mahasiswa-mahasiswi yang kelihatannya MABA (Mahasiswa Baru) dari tadi mondar-mandir di depanku, persis setrika'an. Mungkin mereka sibuk dengan prosedur awal adi mahasiswa, mencari dosen pembimbing masing2 untuk tanda tangan.


Jam di tangan kulihat lagi, 09.15. Sudah 15 menit aku adi orang yg tak berguna. Para pegawai yang lalu-lalang juga mulai mengajakku ngobrol karena dari tadi gak pindah2 dari tempat itu.

Masih belum datang juga. Sampai pada akhirnya satu jam lamanya aku tetap menunggunya. Dari balik tangga terlihat sebersit cahaya, Bu Dosen datang.

"Wahh maaf ya tadi saya sedang menguji anak skripsi."
"Iya, Bu. Saya sudah menunggu dari jam 9 tadi. Bagaimana ujiannya?" Ku bertanya dengan wajah melas karena bosan.
"Waduh maaf lagi, anak saya sedang sakit jadi kita re-schedule (jadwal ulang) saja ya. Bagaimana kalau Rabu.?" Bu Dosen seakan memberikan jalan keluar dari ditunda-nya lagi ujianku dengan menawarkan hari lain.

Menunggu dan terus menunggu. Semoga Rabu tak menunggu.. Amien.

Entah kenapa selalu saja aku dihadapkan dalam proses menunggu dan menunggu, mungkin aku belum mengerti saja apa yang sebenarnya ada di dalam diri benda yang dinamakan menunggu ini. Apa mungkin Kesabaran???

Saturday 6 August 2011

Lukisan Pemandangan


Sekarang adalah tahun 3043, manusia sudah bergantung pada robot-robot dan komputerisasi yang super canggih. Untuk membuka kaleng makanan saja hanya menjentikkan jari maka robot khusus pembuka kaleng  telah melakukan pekerjaannya.  Seluruh bumi telah tertutup oleh beton-beton raksasa yang disebut Bunkonizer, orang jaman dahulu menyebutnya rumah atau bangunan perkantoran. Memang aneh kedengarannya. Setiap orang juga memiliki mobillizer untuk berkendara, mobillizer tak jauh beda dengan mobil pada jaman dahulu hanya saja bisa terbang karena jalan raya sudah tidak mencukupi untuk memuat kendaraan.
Banyak orang yang masih berumur 25 tahun mengidap obesitas karena mulai kecil mereka hampir tidak pernah beraktifitas. Hanya duduk, seluruh pekerjaan bisa diatasi. Umur mereka juga tidak lama, berkisar 40-55 tahun saja.
Di sebuah bunkonizer sederhana di sektor 027, Andreaz membuka pintu sebuah gudang tua milik kakeknya, Alterus, yang sudah puluhan tahun tak ada yang memasukinya karena isi di dalamnya kebanyakan adalah benda-benda kuno dan beberapa koleksi tulang-belulang hewan purba, untung saja dia tahu passwordnya karena dia adalah cucu kesayangan dari Alteruz.
Andreaz adalah seorang anak laki-laki kecil berambut keriting yang cerdik, dan tinggal hanya berdua saja dengan kakeknya karena kedua orang tuanya telah tiada akibat kanker otak. Dia mengumpulkan benda-benda bekas di gudang usang itu untuk dijadikan sebuah mainan sederhana bersama kakek tercinta.
Tiba-tiba dia menemukan sebuah lukisan di bawah tumpukan-tumpukan tengkorak hewan purba, mungkin itu adalah tengkorak Sapi, karena memiliki dua tanduk kecil yang menghiasi kepala. Dibersihkannya lukisan itu dari debu dengan meniup, dipandanginya lukisan itu dengan penuh rasa heran karena seumur hidupnya dia tidak pernah sekalipun melihat apa yang ada di dalam lukisan itu.


“Kek, ini lukisan milik siapa?”
“Oh, ini milik ayah dari kakeknya kakek dulu. Memang sudah lama benda ini ada di situ. Kalau kamu suka ambil saja Ndre daripada rusak, mungkin itu adalah satu-satunya lukisan yang masih ada di dunia ini.”
Dengan senangnya Andreaz membawa lukisan itu ke kamarnya dan dibersihkannya dengan pelan-pelan agar tidak merusaknya. Dilihatnya lagi dan lagi lukisan itu, tiba-tiba dia tersenyum dan rasa penasaran muncul lagi dalam benaknya. Warna-warna dan benda dalam lukisan itu belum pernah dilihatnya.
Nuansa hijau begitu kental terlihat, benda hijau raksasa berbentuk segitiga memanjang dihamparan karpet hijau, tonggak-tonggak coklat berambut hijau juga ada disekitar segitiga. “Benda apakah yang ada di dalam lukisan ini?” gumam Andre. Sebuah kolam air raksasa dan panjang terlihat samar dibalik rimbunnya tonggak.
“Dimana ya aku bisa menemukan tempat seperti ini?. Aku belum pernah melihatnya. Kakek pasti mau mengantarkanku ke tempat yang indah itu.”

..oo0oo..


Keesokan harinya Andreaz bercerita kepada kakeknya perihal keinginannya untuk pergi ke tempat yang ada dalam lukisan yang kemarin dilihatnya.
“Kek, coba lihat lukisan ini.! Indah ya, aku ingin pergi kesini Kek.”
“Iya tempat itu memang sangat indah, ini adalah lukisan pemandangan Ndre.” Jelas Alteruz sambil menitikkan air mata, tetapi segera diusapnya dengan kain bajunya.
“Pemandangan? Apa pemandangan itu, Kek? Terus ini benda-benda apa?” tanya Andreaz penuh penasaran sambil menunjuk segitiga hijau raksasa.
“Ya, pemandangan adalah apapun yang kita lihat itu adalah pemandangan. Tetapi lukisan itu adalah pemandangan alam. Nama dari benda-benda yang kamu lihat itu adalah gunung, pepohonan, dan sungai. Sedangkan segerombolan hewan yang sedang minum itu adalah kambing. Apa kamu pernah melihat kambing sebelumnya?”
“Kambing? Ohh, hewan kecil, putih, berbulu, dan berkaki empat itu namanya kambing ya, Kek? Aku baru tahu. Sekarang dimana aku bisa menemukan mereka? Ayo antarkan aku kesana.” Rengek Andreaz.
Air mata Alteruz menetes dengan sendirinya, membasahi pipinya yang sudah mulai lungset seperti garis-garis kontur dalam peta topografi. Dia sedih saat cucu tercintanya tidak pernah melihat pemandangan alam dan juga hewan-hewan secara langsung. Hal ini dikarenakan pada jaman saat masih ada pegunungan dan alam masih segar, orang-orang bermodal mulai menebangi pepohonan untuk didirikan rumah serta perkantoran. Tanah yang seharusnya dibiarkan terbuka untuk menyerap air hujan, semuanya ditutupi oleh lapisan-lapisan beton jalan raya dan perumahan.
Semakin lama pepohonan hijau semakin habis, sumber air bersih semakin menipis dan alam pun menangis atas kelakuan manusia yang serakah.
Udara semakin sesak, hewan-hewan pun mati bahkan sekarang sudah tidak ada satupun hewan yang tersisa. Di jaman sekarang, air dan oksigen harus membeli dengan harga yang sangat mahal. Meskipun meja dan sendok yang aku gunakan itu terbuat dari emas, pada akhirnya itu semua tak ada artinya dan lebih mahal air serta udara bersih.
Seandainya nenek moyang ku dahulu tidak merusak alam ini, tidak menggali tanah-tanah untuk pertambangan emas, perak, timah, berlian, dan lain sebagainya, dan tidak merubah lahan persawahan menjadi lahan perumahan yang dianggap bisa menghasilkan banyak uang bagi mereka yang serakah. Maka aku, anak-cucu mereka, tidak akan merasakan hal yang seperti ini. Seandainya nenek moyang ku tahu, aku tidak bisa memakan uang dan emas berlian ini, mungkin mereka tak akan melakukan hal yang bodoh itu. Seandainya aku bisa mengirim pesan ini kepada mereka melalui mesin waktu aku pasti akan memperingati mereka atas apa yang akan terjadi pada saat ini.
Mungkin tidak hanya pesan, jika aku bisa menciptakan mesin waktu maka aku sendirilah yang akan ke masa lalu untuk menyelamatkan bumi ini dari kesengsaraan akibat hilangnya pohon dan rusaknya alam. Tetapi aku tidak bisa melakukan semua itu. Hanya lukisan ini yang sanggup menghiburku. Hanya lukisan pemandangan ini yang bisa mengobati rasa rinduku kepada hijaunya alam.

“Semoga alam tidak menjadi sebuah lukisan pemandangan.” Doa ku.


..oo0oo..


Catatan:
1. Cerita ini terinspirasi oleh lagu : Periculum in Mora “Tamasya Band”
2. Oia cerita ini juga diikutkan dalam lomba menulis fiksi...hehehe

Friday 5 August 2011

Sahur Cumi di Panaongan

Perjalanan singkat ini dimulai dari sebuah bangunan mungil nan penuh kehangatan di dalamnya, panaongan. Jam di dinding menunjukkan pukul 12 lebih, untuk persiapan Sahur berangkatlah saya sendiri dengan apikecil menuju pasar Tanjung. Ya bisa dibilang pasar induknya daerah Jember karena segala macam kebutuhan tersedia disana, 24 jam pedagang stand by di masing2 lapak sederhana mereka sambil menunggu pembeli datang. Bahkan ada yang tidur di samping dagangannya.

Segarnya pemandangan sayuran hijau di kanan-kiri membuat mata ini senang melihatnya.
Sesampainya di pasar langsung saja mborong apa saja yang sudah direncanakan tadi. Bawang merah dan putih, cabe, laos, serta cumi2 adalah objek perburuan kami..hehehe

Oiya hampir saja lupa,KRUPUK, dimanakah engkau berada???? keliling pasar sudah dilakoni, akhirnya perburuan krupuk dilanjutkan di daerah kampus. Dan,, taraaaa.. krupuk telah ditemukan di sebuah toko pinggir kali.

..oo0oo..

Dinginnya angin pagi kota Jember kembali mengiringi kami menuju Panaongan. Si apikecil mulai memasak hasil perburuan tadi dengan cekatan, sedangkan penghuni lain sibuk melihat film (termasuk aku juga)...hehehe

cumi: seperti ini hasil dari kreasi apikecil (tapi bukan ini).

Aroma cumi yang begitu sedap mulai menyusup, keluar dari dapur, menghampiri syaraf penciuman kami dan kami pun tak sabar untuk segera menikmati hidangan sahur kali ini. Tak lama kemudian seluruh hidangan telah tersaji.

Delapan orang penghuni rumah yg penuh kehangatan ini kembali menambah hangatnya suasana dengan makan sahur bareng dalam satu wadah. Kebersamaan, rasa kekeluargaan begitu terasa. Nikmat, itulah kata lidah saya yg tak pernah bohong soal rasa...hehe

kapan2 masak lgi ya mbaaakkkkk................!!!

Thursday 4 August 2011

Merah Putih di Ujung Pinang

Alkisah ada sebuah desa kecil yang aman, tenteram dan sejahtera bernama Cluring. Pagi hari, tiba-tiba warganya berduyun-duyun menuju Balai Dusun yang terletak tepat di pinggir sungai itu. Ternyata sekarang adalah hari pertama diadakannya lomba-lomba untuk menyambut Hari Kemerdekaan Negara tercinta, Indonesia.

Dua buah tiang panjang pohon pinang yang menjulang tinggi tertancap kuat ditanah kering desa Cluring. Di atasnya terlihat berbagai peralatan dapur dan alat-alat lainnya tergantung, yang paling menarik perhatian adalah bertenggernya Sang Saka Merah-Putih di puncaknya. Panjat Pinang, ya, panjat pinang adalah sebuah adu ketangkasan yang tak ketinggalan saat perhelatan acara Agustusan di desaku. Ada apa dengan Panjat pinang?

Panjat pinang, ternyata memiliki nilai filosofi yang mendalam tentang arti KERJASAMA. Permainan yang dilakukan oleh satu team terdiri dari 5 sampai dengan 6 orang dalam suatu kelompok, diharuskan memanjat sebatang pohon pinang yang telah dihaluskan kulitnya dan dilumuri oli bekas. Bisa dibayangkan betapa licinnya bila kita memanjatnya seorang diri.

Anggota yang paling bawah sekuat tenaga memegang erat pinang, harus rela  mengorbankan pundaknya bahkan tak jarang kepalanya dijadikan pijakan kawannya.
Satu-persatu dari anggota team bertumpukan semakin ke atas, dan orang terakhir mulai memanjat tubuh kawannya untuk mencapai puncak, menggapai bendera Merah-Putih kemudian mengibarkannya di ujung pohon pinang.

Rasa bangga dan bahagia tersirat di masing-masing anggota yang berhasil. Hadiah bukanlah hal yang mereka inginkan, melainkan rasa gotong royong, saling membantu untuk mencapai kesuksesan bersama, itulah tujuan akhir dari panjat pinang. Tanpa kerjasama, maka mustahil Bendera kebanggaan kita berkibar.

********


Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Blogger Bakti Pertiwi yang diselenggarakan oleh Trio Nia, Lidya, Abdul Cholik.

Sponsored By :

- kios108
- halobalita
- topcardiotrainer
- littleostore

Monday 1 August 2011

Puasa Membawa Rezeki...... Uhuy

Kemaren, tepatnya tanggal 31 Juli 2011 adalah hari yang supeer sibuk sebelum Puasa.
Mulai pagi hari jam 05.00 WIB baru aja bangun dari tidur wes ngejar-ngejar ayam di pekarangan. Alhasil lima ayam yg nasibnya g sebaik ayam-ayam yang lain tertangkap..hehehe

Disembelih dan akhirnya tertidur dalam wadah raksasa di atas api, menjadi ingkung.

Siangnya sibuk di dapur bantuin buat kue apem. Terus sorenya ke pesarean (makam rek.). Malemnya selametan truz lanjut ke masjid...hehe Tarawih pertama selalu fuullll, tp hari demi hari pasti semakin maju Shaf-nya (tambah sitik).

***

Senin, 01 Agustus 2011 (awal puasa reek..)
Jam stengah 3 pagi udah bangun berkat longlongan sang alarm yg tak pantang menyerah berdendang, tak tanggung-tanggung empat alarm ku nyalakan..hehe
Langsung cuci muka, ambil piring, santaap sahuur. Nikmat sekali.

Packing perlengkapan untuk meluncur ke kota Jember.
Jarum jam di tangan tepat menunjuk pukul 04.35 WIB, sepeda motor keren sahabat touring ku, ku ajak menjelajahi dinginnya pagi serta segarnya rintik gerimis yg kadang2 menerjang wajah.

***

07.02 WIB sampai di sekret. sebelumnya pas pintu gerbang ekonomi aq melihat segerombolan, bahkan bergerombol-gerombol mahasiswa memakai baju setelan hitam-putih ternyata mereka adalah penghuni baru Universitas ku ini.. ahh lupakan saja mereka.

Setelah memandangi ikan-ikan di kolam depan, gazebo menjadi tempat tujuanku selanjutnya. Ber jam-jam bercengkerama dengan para Ketum seakan waktu berjalan dengan cepatnya.. Tak terasa udah jam 10.

Tiba2 Hape kuningku bergetar tanda ada SMS masuk... saat kubuka ternyata dari adek kelasku waktu SMA dulu, Wulan namanya.
"Mas sampeyan wes duwe cewek?"
"Durung Wul, ono opo?"
"Siipp, koncoku ono sing arep kenalan."

Hehehehe........ Rejeki pas awal puasa (batin ku). Ternyata prinsipku tentang cwe ada bnernya.

Pacar itu gak usah dicari ntar pasti datang dengan sendirinya jika memang sudah jodohnya.
uhuuyyy... Dapet kenalan cewek reekk...