Sembilan Tiga Satu Dua
Ku menapaki sepi tubuhmu
Di kejauhan mata, terlihat samar
lekuk tubuhmu yang telah usang
Sisa air hujan semalam menyisakan
pekikan kecil orang tak waspada
Tubuhmu remuk menganga bagai
makam tak terawat, Menyedihkan
Sembilan Tiga Satu Dua
Ku berjalan di dalam sepi
Dan ku tengok jam yang bergelayut di lengan
Ahh, masih jam delapan lewat, gumamku
Kemanakah keceriaan, canda tawa, dan bayi dalam gendongan?
Yang terdengar hanya kokokan ayam jago
di malam hari, Aneh
Sembilan Tiga Satu Dua
Semakin sepi
Masih sendiri melewati ular air
Simbol kemakmuran desa
Desisannya terdengar bagai angin musim hujan
bergemuruh penuh semangat
Lampu remang di kejauhan itu
menuntunku melewati sepi
lelah, ku duduk di tepi tanggul kecil
sambil melayangkan ingatan
tempat ini di masa dulu, Tetap sepi.
No comments:
Post a Comment