Seperti biasa, saat akhir pekan ku sempatkan untuk mengunjungi rumah sejenak di Banyuwangi. Perjananan bisa ditempuh sekitar 2 jam dengan mengendarai sepeda motor, dengan kecepatan sedang tentunya (aku enggak berani ngebut-ngebut)..hehe. Jalan aspal yang kadang-kadang mulus dan sering berlubang setia membuat sepeda dan tubuhku berguncang sepanjang perjalanan. Untungnya kepenatan itu bisa sedikit hilang setelah sampai di gunung kumitir karena selain pemandangan yang terlihat begitu indah, udara dengan aroma pinus seakan membuat pikiranku tenang.
Tadi pagi, setelah berpamitan dengan Sang Nenek, langsung ku arahkan sepeda motor kesayanganku mengikuti jalanan yang seperti biasanya. Baru setengah jam perjalanan, tepatnya di kota Genteng, ada kerumunan orang di pinggir jalan dan beberapa polantas wira-wiri di sana. Aku kira ada kecelakaan atau apa. Ehh, ternyata ada operasian (tilang-an). Santai saja kulewati satu persatu polantas yang dengan semangatnya memberhentikan para pengendara yang lewat. Saat di Pak Polisi yang barisan paling akhir,aku disuruh menepi.
"Selamat pagi, bisa lihat surat-suratnya!" Sapa pak polantas dengan wajah sangarnya
"Oh, ini pak." sambil ku sodorkan STNK dan SIM dengan tenangnya.
"Ayo ikut saya..."
"...????"
sumber foto dari google |
STNK dan SIM-ku langsung dibawa ke seberang jalan menuju kerumunan orang-orang yang kurang beruntung. Ditumpuknya surat-surat berharga itu di atas kap mobil bersama surat-surat yang lain.
Pemandangannya sungguh unik. Ada seorang tante-tante cerewet yang sedang berdebat dengan Pak Polantas ganteng, terus ada kakek-kakek yang dibebaskan (mungkin kasihan atau enah apa), dan ada pemuda keren yang mlonga-mlongo gak tau apa salahnya (aku).
"Mau diproses di persidangan atau di sini?" tanya seorang polantas sambil memegang sebuah buku kecil.
"Di sini saja, Pak" jawab salah seorang yang tidak beruntung tadi.
"Tiga puluh ribu!"
Dengan wajah sedikit terpaksa orang setengah baya itu menyerahkan uang dan langsung pergi. La terus bagaimana nasib ku??? sudah sekian lama belum dipanggil-panggil juga. Sedangkan polantas yang lain sudah siap-siap menutup acara ini, halah...
Pantas saja namaku gak dipanggil, wong STNK nya ketutupan kertas T_T
"Kesalahannya apa pak" tanya polantas
"Gak ada, Pak" jawabku
"Lampu kotanya tadi nyala?"
"Nyala"
"Ehh, iki mau sing nangani arek iki sopo? salae opo rek?" dia bertanya pada salah seorang temannya dengan nada bingung.
"Oh, iku sepiyone gak standart, terus lampune dikuning-kuning"
"Lho, ini gak apa-apa, Pak." aku berusaha membela diri
"Ah, kata siapa?"
Sambil menengok sepeda ku, dia melontarkan pertanyaan yang sama seperti ke orang-orang yang sebelumnya. Setelah melalui perdebatan dengan diriku sendiri, dengan terpaksa uang saku tiga puluh ribu-ku melayang. Sebenarnya aku gak mau membayar di tempat seperti itu. Perhitunganku adalah waktu sidangnya yang kurang beberapa hari lagi sedangkan aku di Jember minimal seminggu, terus tempat pengadilannya berada di pusat kota Banyuwangi, yang terhitung jauh dari rumah. berbeda dengan Jember, pengadilannya dekat kampus..hehe. Aku adalah orang terakhir. setelah semua surat ada di tangan, perjalanan yang masih panjang ku lanjutkan kembali.
Selama perjalanan tak henti-hentinya aku menggerutu.
Kemudian setelah tiba di kota Glenmore, sekitar 30 menit dari Genteng, di kejauhan telihat kostum khas polantas. Degg... jantung seraha terhenti berdetak. Baru saja kena tilang, masak kena tilang lagi. Batinku. Ah, cuek saja. Dengan santainya kulewati barisan polantas itu. Lho, di sini aku kok di suruh terus? malah sepeda yang di depan dan belakangku yang disuruh menepi? tanyaku di dalam hati. Aneh!. Alhamdulilaaah rejeki. Mungkin mereka tahu kalau aku tadi sudah kena tilang.. hehe.
Akhirnya hatiku lega setelah lolos dari ranjau jalanan.
Gerimis mengiringi pengembaraanku (lebay..). Tak lama, jalanan menanjak dan tikungan-tikungan tajam gunung kumitir terbentang di depan mata. Suasana hari ini tak seperti kumitir pada biasanya yang disesaki oleh kendaraan-kendaraan besar. Bahkan bisa dikatakan SEPI. Gigi 3-4 bisa dengan mudahnya bergantian, padahal biasanya setia di gigi 2 saat hari biasa.
Watu Gudang, puncak Kumitir telah terlewati. Sekarang giliran jalan yang menurun dan penuh tikungan yang menanti. Pada sebuah tikungan, ternyata ada razia kendaraan bermotor lagi.. Huuft, satu jam ada tiga razia, apa mereka semua janjian yaa??
Tapi, kenapa tempat satu dan lainnya berbeda dalam hal pelanggaran? kok gak kompak sih...
Wes
ReplyDeletekayaknya iya tuh janjian :)
salam kenal
salam kenal juga mas ardiansyah :-)
DeleteBukan masalah ngak kompak, aturannya pasti kompak, cuman kadang rasa manusiawinya lebih mendominan kepada pelaksananya :)
ReplyDeletewah itu mungkin yang sulit, Bli. rasa manusiawi pada setiap manusia itu berbeda.
Deletesaya juga dulu pernah di tilang polisi, waktu itu kita gak pake Helm dua dan belum punya SIM, badanpun langsung terasa lemas plus degdegan..haha... Tp dengan beraninya saya bilang, ''ini pak STNK-nya'' eh langsung ditahan dan langsung di suruh ikut sidang...tadinya sih Polisinya udah kasi 'kode' gitu biar ditebus ditempat..tp sialnya saya tak ada uang lebih, lalu besoknya langsung disidang...saya di denda 50ribu.. Seketika langsung bikin SIM (nembak) ...setelah punya SIM saya berharap di tilang lagi, tapi hmm tak pernah terjadi lagi... :)
ReplyDeletehehe... iya kang. dulu awal kali pengalaman kena tilang saya juga deg-degan gitu wes..
Deletekeringat dingin mengucur dengan derasnya, dan leles pada akhirnya. sungguh pengalaman yang suliit dilupakan.
ayo nulis dek :-)
ReplyDeleteaku benci tilang
ReplyDeletekenapa Mas Dedi? ada masalah dengan tilang menilang?hehe
Delete