Sunday 5 October 2014

Ecocriticism: Sekilas Cerita Skripsi Ekokritik


Hah, masak sih saya adalah mahasiswa pertama yang membahas tentang Ecological Criticism alias Ecocriticism di Fakultas Sastra tercinta ini? Atau bahkan satu-satunya di Universitas Jember? Saya bertanya-tanya kepada diri sendiri saat mem-browsing kata 'Ecocriticism' di perpustakaan digital milik Universitas Jember. Maksud hati ingin mendapatkan pencerahan dari skripsi-skripsi sebelumnya serta menjadikannya sebagai bahan previous research. Dan hasilnya adalah nol.! Huft....

Namun hal tersebut tak akan bisa menghentikan semangat mahasiswa semester akhir ini, karena bagaimana-pun dengan alasan apapun skripsi adalah skripsi, tugas akhir seorang mahasiswa jenjang S1 sebelum menerima gelar sarjana nya..... Kenapa ya semangat mengerjakan yang seperti ini tidak muncul saja dari dulu saat jumlah semester tidak sebanyak sekarang? hahaha. Dulu, hanya menghabiskan waktu hari-demi-hari tanpa melakukan apapun. Tak terasa sudah satu tahun, bahkan 2 tahun kalau tidak salah saya mendiamkan ide-ide tentang skripsi ini di dalam memori otak. Tidak pernah saya tulis. Itulah kesalahan saya, sangat meremehkan waktu. Sedangkan waktu itu tak akan pernah mau menunggu dan terus berjalan sesuai kodratnya, tidak akan mau untuk kembali walau satu detik saja. Nah, apalagi untuk kembali ke masa 2 tahun yang lalu. Itu mustahil. Mahasiswa-mahasiswa baru sudah memulai masa orientasi nya, dengan kata lain waktu yang saya miliki untuk kuliah di Fakultas Sastra berkurang juga.

Kebijakan di Fakultas Sastra mulai semester ini kabarnya tidak akan memberikan waktu tambahan bagi mahasiswa seperti tahun-tahun sebelumnya, maksimal ya 7 tahun itu harus lulus. Jika lebih dari 7 tahun maka langsung Drop-Out (D.O). Dosen-dosen sastra inggris dan teman-teman angkatan 2008 membangunkan saya dari tidur panjang. Sudah waktunya untuk dicicil buat nggarap.

Ecocriticism memang sebuah teori baru dalam bidang sastra dibandingkan dengan teori lainnya seperti psikologi, marxis, orientalis dan lain sebagainya. Ecocriticism juga sering disebut dengan ekokritik, sastra hijau, atau ekologi sastra. Dan semua itu intinya sama, membahas lingkungan dalam perspektif karya sastra. Awal saya mengenal teori ecocriticism dari dosen saya, Mas Ikhwan, begitu saya memanggilnya.

Ternyata mempelajari teori ecocriticism sangat menyenangkan, hal ini dikarenakan saya juga bergabung dalam organisasi mahasiswa pencinta alam di kampus. Kenapa tidak saya gabungkan saja hobi saya dengan kuliah (skripsi)...? Karena prinsip dasar dari teori ecocriticism ini sendiri adalah sebuah hubungan antara lingkungan fisik dan sastra ( ecocriticism is the relationship between physical environment and literature).

Hmm.... Saya masih harus terus belajar dan mempelajari teori ini sebagai dasar untuk membedah sebuah karya sastra di dalam skripsi saya nantinya. Tapi halangan itu pasti ada, saat ini saya masih sedikit kesulitan tentang karya apa yang akan saya bedah. Bimbang milih antara cerpen, puisi, drama atau novel.. Saya yakin pasti bisa..!

"Hal yang terpenting itu adalah huruf pertama....." Ikhwan Setiawan.