Tuesday 17 January 2012

Tilang Ohh Tilang

Perjalananku dari rumah menuju kampus pagi tadi (16/01) sama tidak mulusnya dengan jalanan yang kulewati.

Seperti biasa, saat akhir pekan ku sempatkan untuk mengunjungi rumah sejenak di Banyuwangi. Perjananan bisa ditempuh sekitar 2 jam dengan mengendarai sepeda motor, dengan kecepatan sedang tentunya (aku enggak berani ngebut-ngebut)..hehe. Jalan aspal yang kadang-kadang mulus dan sering berlubang setia membuat sepeda dan tubuhku berguncang sepanjang perjalanan. Untungnya kepenatan itu bisa sedikit hilang setelah sampai di gunung kumitir karena selain pemandangan yang terlihat begitu indah, udara dengan aroma pinus seakan membuat pikiranku tenang.

Tadi pagi, setelah berpamitan dengan Sang Nenek, langsung ku arahkan sepeda motor kesayanganku mengikuti jalanan yang seperti biasanya. Baru setengah jam perjalanan, tepatnya di kota Genteng, ada kerumunan orang di pinggir jalan dan beberapa polantas wira-wiri di sana. Aku kira ada kecelakaan atau apa. Ehh, ternyata ada operasian (tilang-an). Santai saja kulewati satu persatu polantas yang dengan semangatnya memberhentikan para pengendara yang lewat. Saat di Pak Polisi yang barisan paling akhir,aku disuruh menepi.

"Selamat pagi, bisa lihat surat-suratnya!" Sapa pak polantas dengan wajah sangarnya
"Oh, ini pak." sambil ku sodorkan STNK dan SIM dengan tenangnya.
"Ayo ikut saya..."
"...????"

Thursday 5 January 2012

Sebelum 12 Merubah 11...

sebelum 11 menjadi 12
tersenyum menyombong si mentari
awan kelabu minder dan pergi
barisan kotak besi
raksasa berbaris rapi

sebelum 11 menuju 12
sisa-sisa asap kelam
meninggalkan bekas kusam
di udara yang bersih
dan hidung ku tutup risih

sebelum 11 menjadi 12
di jalanan yang berlubang
seperti kapal diterjang
gelombang pasang
sebuah balok kecil terbang
melayang.............

berguling di aspal yang tak lagi hitam
bak meriam
dia menghujam..

di tikungan itu,
waktu mengharu biru
sang bayu menarikan tarian sendu.


Sebelum 12 Merubah 11... oleh: Widodo van Sodhung

Sunday 1 January 2012

Mayat Imigran dan Ikan-Ikan Banyuwangi

"Le, Siro ojok mangan iwyak segoro, iwyake mangan uwong..!" (Le, kamu jangan makan ikan laut, ikannya makan manusia..!)

Hmm.. itulah kalimat pembuka yang dilontarkan nenekku dengan logat banyuwangen-nya yang sangat kental, saat aku makan siang. Maklum, aku tinggal di lingkungan yang notabene adalah orang Banyuwangi asli.

Mendengar kalimat itu, acara makan ku seketika terhenti. Sementara di dalam mulut nasi belum ku telan. Nasi itu seakan tidak sabar untuk segera masuk ke dalam lambung. Berhenti bukannya jijik atau apa tetapi sejenak otak ku bertanya-tanya tentang mayat siapa yang dimaksud nenek. Akhirnya aku teringat tentang kejadian tenggelamnya kapal yang berisi para imigran gelap di daerah Trenggalek beberapa waktu yang lalu.

"Waduh, ternyata mayatnya sampai terbawa arus ke Banyuwangi juga ya. Jauh sekali.." gumamku pelan.


Ahh, tapi aku enggak terlalu memikirkan tentang isu ikan Banyuwangi yang menyantap mayat itu, ku lanjutkan saja acara kunyah-mengunyah yang sempat tertunda tadi. Dalam sekejap nasi, sambel, pepes lemuru, dan krupuk yang ada di hadapan ku ludeess.. Masakan nenek memang mantap jayaa..!

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Esok paginya ternyata banyak orang yang membicarakan kejadian alam yang lumrah tersebut. Sampai-sampai para penjual ikan di pasar terkena dampak dari isu yang mengguncang kawasan Banyuwangi, khususnya di lingkungan ku, mulai dari dagangannya yang gak laku sampai ada yang gak mau menjual ikan laut gara-gara takut kalau ikannya gak laku.

Selain penjual ikan, para penikmat ikan juga mulai ragu-ragu untuk sekedar mencicipi gurihnya ikan lemuru goreng. Termasuk nenekku, beliau sekarang jadi 'paranoid' terhadap ikan. Yaah, dasarnya nenek orangnya memang mudah percaya.

Hal yang berkembang dari mulut-ke mulut itu akhirnya membuat nelayan yang jauh di pantai sana enggan untuk melaut, modal yang akan mereka keluarkan tidak sebanding dengan harga ikan yang merosot drastis. Mereka akan rugi..!

Bagiku pribadi, ikan-ikan itu tetap terasa nikmat. Positive thinking aja. Kan gak mungkin semua ikan yang hidup di laut Banyuwangi menyantap mayat-mayat imigran tersebut, meskipun ada beberapa dari mereka (ikan) yang mencicipi, itu pada akhirnya juga akan menjadi daging.. hehehe. Itu memang rantai makanan, pikirku.